Berbagi
tidak harus berupa materi, kita juga bisa berbagi kasih sayang,
semangat, dan ilmu yang kita punya kepada orang lain. Itu adalah yang saya
rasakan ketika saya bergabung dalam beberapa komunitas yang bergerak di bidang
sosial dan kesehatan di bandar lampung. Saya dengan beberapa teman tergabung
dalam sebuah komunitas yang bernama @penyala_lampung, yaitu sebuah komunitas
non profit yang bergerak dalam bidang pendidikan. Kami biasanya mengadakan
perpustakaan keliling (pusling) dan mengadakan sebuah workshop giat belajar dan
minat membaca dalam meraih cita-cita. Ini biasa kami lakukan di sekolah-sekolah
marginal (kelas menengah kebawah) setiap bulannya.
Dalam
bidang pendidikan juga saya pernah mengajar anak-anak di pulau tegal kecamatan
padang cermin lampung selatan. Disana ada sekitar 25 anak sekolah dasar dari
kelas 1 sampai kelas 6 yang putus sekolah. Apabila mereka ingin sekolah negeri
mereka harus berangkat pagi dan menyebrang pulau menggunakan perahu kecil akan
tetapi sebagian orang tua mereka enggan menyolahkan mereka kesana. Putus
sekolah karena disana hanya ada sebuah ruangan bekas madrasah. Ruangan itu harus memuat semua anak yang level atau
kelasnya berbeda, ditambah lagi mereka tidak mempunya guru. Dulu ada guru
tetapi sudah berhenti mengajar karena gurunya sibuk pergi ke laut untuk mencari
nafkah. Walau Anak-anak disana hanya belajar di hari sabtu dan minggu, dimana
hari itu ada beberapa mahaiswa dari kota yang rela berbaik hati mengajar
mereka. Walau mereka belajar tanpa raport apalagi ijazah anak-anak di pulau
tegal tetap semangat belajar.
Dan
saya juga pernah ikut meramaikan beberapa komunitas lainnya dalam membantu
anak-anak yang terkena gangguan kesehatan contohnya Prissilia. Gadis 17 tahun
ini harus rela setiap bulannya melakukan transfusi darah di RSUAM Lampung. Dia
terkena thalasemia, sebuah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal.
Akibatnya wajahnya terlihat pucat dan walau berumur 17 tahun wajahnya dan
badannya terlihat seperti anak 13 tahun.
Ada juga
namanya novitas sari gadis ini terkena cerebral
palsy.Gadis sehari-hari hanya bisa terbaring lemah di ranjangnya. Tubuhnya
yang kurus kering menandakan betapa beratnya penderitaan terkena penyakit
bawaan dari lahir. Dengan persetujuan orangtuanya teman saya mencoba membawa
dia ke rumah sakit tetapi kata dokter sudah terlambat. Akan tetapi kami tetap
mencoba menghubungi psioteraphy untuk
gadis berumur 15 tahun ini.
Ilmu
dan pengetahuan apa yang saya dapat selama pertukaran pelajar nantinya akan
saya share ke anak-anak tidak hanya di tempat saya mengajar, tetapi anak-anak
yang ada di seluruh lampung/indonesia dan menginspirasi mereka untuk terus giat
belajar menuntut ilmu dan saya
implementasikan apa yang saya punya dalam bentuk pengabdian saya ke masyarakat
lampung. Sepulangnya dari korea saya juga berharap saya lebih mencintai
Indonesia, Lampung khususnya guna membangun dan memajukan negeri tempat saya
lahir, negeri yang telah memberikan saya makan dan minum dari kekayaan alamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar